Wednesday, June 22, 2016

Remembering Father - Ramadan Note



Ini tahun pertama kami menjalani puasa ramadan tanpa Bapak. Sejak Bapak meninggal tahun lalu di Mekkah, kami hanya bertiga yang tinggal di rumah ini : Saya, Ibu dan adikku. Sesungguhnya kami merasakan kegetiran yang amat bila teringat Bapak. Bukan meratapi kematian Bapak, tapi… Ah, sudahlah.

Menurut Ibu, yang mendampingi Bapak selama rangkaian ibadah haji, Bapak meninggal dua hari sebelum kepulangan ke tanah air. Artinya Bapak sudah selesai menunaikan rukun haji yang disyaratkan. Pada detik-detik kepulangan ke tanah air itulah fisik Bapak mengalami kemerosotan. Bapak sering mengeluh jantungnya berdebar kencang, pusing dan mual. Mungkin Bapak mengalami kelelahan yang teramat. 

Pada saat Ibu mengabarkan kabar duka tersebut, saya sedang berada di kantor. Persisnya sedang melayani tamu yang meminta konsultasi. Saat itu, tamu yang sedang saya hadapi adalah seorang pria paruh baya yang sedang menekan saya karena surat himbauan yang saya kirim dua minggu lalu. Ia nampak berapi-api. Ngotot. Saya hanya tersenyum dan sesekali meladeninya dengan santai. Pun setelah pria itu berlalu pamit tanpa kata sepakat. 

Entah mengapa, tiba-tiba suaraku tercekat. Aku limbung. Ada penyesalan di sana. Membayangkan bagaimana keadaan Ibuku di sana? Apakah ia baik-baik saja?
Kini, hampir setahun peristiwa itu berlalu. Yang tersisa hanya penyesalan mengapa aku belum mampu berbuat baik kepada Bapak sewaktu masih hidup?

Jakarta, 22 Juni 2016 – Mengenang Bapak

No comments:

Post a Comment